Senin, 14 November 2016

MENGENAL EQ (KECERDASAN EMOSIONAL)


Dalam kehidupan ini, baik di keluarga, masyarakat, maupun di sekolah, masih jarang yang membelajarkan kepada anak mengenai kecerdasan emosi. Padahal dengan mempelajari dan menguasai hal tersebut setiap orang mampu mengalirkan sikap integritas, komitmen, visi, serta kemandirian yang sangat dibutuhkan manusia dalam mengarungi hidupnya yang penuh dengan tantangan. Fenomena semakin maraknya para pejabat negara yang melakukan tindak pidana korupsi, masyarakat yang membalak hutan sampai gundul, aparat kepolisian yang terlibat kasus, aparat kejaksaan yang memperjualbelikan hukum, remaja yang berperilaku amoral, siswa yang membentuk geng, dan berbagai fenomena negatif yang terjadi di bumi ini, seharusnya memberikan isyarat kepada semua pihak bahwa ada yang salah dengan sistem hidup manusia semisal di Indonesia ini.

Lebih jauh, hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan sebagai alat untuk menjadikan yang utuh (jasmani, rohani, sosial, dan budaya) masih jauh dari tujuan yang diharapkan. Kondisi ini dapat diidentifikasi dari sistem pendidikan di Indonesia yang terlalu menekankan pentingnya nilai akademik atau fokus pada kecerdasan otak (IQ) saja dengan mengenyampingkan kecerdasan emosi (EQ). Mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar sampai perguruan tinggi, kita masih jarang menemukan praktik-praktik pendidikan yang kental dengan pengasahan kecerdasan emosi. Bahkan, banyak guru yang mengandalkan kemampuan berlogikanya dengan mengabaikan suara hatinya. Fenomena ini dapat kita lihat dari munculnya tim sukses sekolah dalam menghadapi ujian nasional yang membekali siswa dengan jawaban, bukan dengan persiapan pengetahuan anak yang memadai untuk dapat lulus ujian. Mengapa demikian? Karena suara hatinya telah mati sehingga yang menjadi orientasi adalah bagaimana  anak lulus walau apa pun yang terjadi. Suara hatilah yang terpenting karena di situlah pusatnya informasi yang benar dan merupakan dasar dari kecerdasan emosi (EQ). Kalau begitu apa sebenarnya EQ itu?

1. Pengertian Emosi

"Emosi" berasal dari bahasa latin yaitu emovere yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan untuk bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002:411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh, emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang sehingga secara fisiologi terlihat tertawa: sebaliknya emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.

Emosi berkaitan dengna perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia karena emosi merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia, dalam buku Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual oleh Ary Ginanjar Agustian.

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descartes. Menurut Descartes, dalam buku ESQ Ary Ginanjar Agustian (2005), emosi terbagi atas desire (hasrat), hate (benci), sorrow (sedih/duka), wonder (heran), love (cinta), dan joy (kegembiraan). Sedangkan J.B. Watson (2004) mengemukakan tiga macam emosi, yaitu fear (ketakutan), rage (kemarahan), dan love (cinta). Daniel Goleman (2002:411) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu sebagai berikut.

a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati;
b. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa;
c. Rasa takut: cemas, gugup khawatir, was was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri;
d. Kenikmatan: bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang terhibur, bangga;
e. Cerita: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih;
f. Terkejut: terkesiap, terkejut;
g. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, tidak sukar;
h. Malu: malu hati, kesal.

Mayer (Goleman, 2002:65) berpendapat bahwa orang cenderung menganut gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereke, seperti sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah.

Berdasrkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespons atau bertingkah laku terhadap stimulus (perasaan), baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.

2. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah "kecerdasan emosional" kali pertama dilontarkan pada tahun 1990 oleh dua orang psikolog bernama Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire (Shapiro, 1998) untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan seseorang. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional (EQ) sebagi berikut.

"Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau persaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan." (Shapiro, 1998:8).

Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, melainkan keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro, 1998:10)

Menurut Goleman (2002:512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial.

Itulah sedikit penjelasan dari apa itu Kecerdasan Emosional (EQ), semoga bisa bermanfaat. Jangan lupa kritik dan sarannya!!! Baca juga Pengertian Pendidikan dan Hakikat Pendidikan

0 komentar:

Posting Komentar