Senin, 04 Agustus 2025

Mengenal Kurikulum Berbasis Cinta (KBC): Wajah Baru Pendidikan Islami dari Kemenag


Mengenal Kurikulum Berbasis Cinta dari Kemenag

Pendidikan di Indonesia sedang memasuki babak baru. Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) — sebuah terobosan yang menempatkan nilai kasih sayang dan empati sebagai jantung dari proses belajar mengajar.

KBC bukanlah kurikulum yang menggantikan kurikulum nasional seperti Merdeka Belajar, melainkan jiwa yang menghidupkan seluruh kegiatan pendidikan agar lebih manusiawi, damai, dan bermakna.

Apa Itu Kurikulum Berbasis Cinta (KBC)?

Menurut Kemenag, KBC adalah pendekatan pendidikan yang menumbuhkan nilai cinta terhadap Tuhan, sesama manusia, ilmu, dan lingkungan.

Kemenag menyebut bahwa pendidikan seharusnya “tidak menghajar, tapi mengajar; tidak membidik, tapi mendidik”.

Artinya, guru, siswa, dan orang tua sama-sama menjadi bagian dari ekosistem cinta:

  • Guru mengajar dengan cinta,
  • Siswa belajar dengan cinta,
  • Orang tua mendampingi dengan cinta.
Tujuan dan Filosofi Kurikulum Berbasis Cinta

Kemenag menegaskan bahwa KBC berakar dari mahabbah lillah (kecintaan kepada Tuhan), yang memancar menjadi cinta kepada manusia dan alam semesta.

Tujuan utamanya adalah menghadirkan pendidikan Islam yang damai, inklusif, dan relevan dengan tantangan zaman.

Beberapa tujuan utama KBC antara lain:

  • Menumbuhkan empati, toleransi, dan kepedulian sosial.
  • Memperkuat karakter spiritual siswa.
  • Mengembalikan pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia.
  • Membentuk generasi yang cerdas sekaligus berakhlak mulia.

Pilar Utama Kurikulum Berbasis Cinta

KBC berdiri di atas lima pilar cinta yang saling berkaitan:

  1. Cinta kepada Tuhan 
  2. Cinta kepada Sesama
  3. Cinta kepada Ilmu
  4. Cinta kepada Lingkungan 
  5. Cinta kepada Tanah Air 

Bagaimana Implementasi KBC di Sekolah dan Madrasah?

Kemenag mulai menguji coba KBC di sekitar 50 madrasah di Indonesia melalui program INOVASI Fase 3.

Setiap madrasah diberi ruang untuk menyesuaikan nilai cinta ke dalam pelajaran, kegiatan sosial, dan budaya sekolah.

Beberapa contoh penerapan:

  • Pelajaran berbasis proyek kasih, seperti kegiatan sosial dan kebersihan lingkungan.
  • Refleksi harian berupa doa, dzikir, atau ucapan syukur.
  • Kelas ramah anak: komunikasi tanpa kekerasan, penghargaan tanpa kompetisi berlebihan.
  • Penilaian berbasis refleksi, bukan sekadar angka, melainkan seberapa jauh siswa tumbuh dalam karakter dan kasih sayang.
Tantangan dan Harapan

Meski disambut positif, penerapan KBC tidak lepas dari tantangan.

Kemenag menyebut perlunya:

  • Pelatihan guru agar bisa mengajar dengan cinta, bukan hanya menyampaikan materi.
  • Indikator penilaian yang mampu mengukur perkembangan spiritual dan afektif siswa.
  • Komitmen semua pihak — sekolah, guru, orang tua — agar nilai cinta benar-benar hidup dalam keseharian, bukan sekadar slogan.

Namun, jika diterapkan dengan sungguh-sungguh, KBC diyakini mampu membentuk generasi Indonesia yang cerdas, berakhlak, dan penuh kasih.

Penutup: Pendidikan yang Menyentuh Hati

Kurikulum Berbasis Cinta adalah upaya Kemenag membumikan nilai kasih sayang dalam pendidikan.

Ia mengajak guru, siswa, dan masyarakat untuk melihat sekolah bukan sekadar tempat belajar, tetapi taman kasih tempat setiap anak tumbuh dengan bahagia dan bermakna.

Sebagaimana disampaikan Kemenag:

 “Pendidikan sejati adalah pendidikan yang dilandasi cinta — karena hanya dengan cinta, ilmu menjadi berkah dan manusia menjadi utuh.”

0 Post a Comment:

Posting Komentar